Cara-cara Membangun Komunikasi yang Efektif Antara Orang tua – Anak
Anak-anak bukanlah
orang dewasa kecil. Mereka memang hanya anak-anak.
Dengan segala karakteristik dan kekhasan anak-anak. Jadi perlakukanlah mereka sebagai
layaknya anak-anak, dengan pola komunikasi yang dapat dimengerti oleh anak-anak. Secara teoritis, karena saya adalah seorang mantan
mahasiswi psikologi, saya lumayan paham tentang hal di atas. Karena ketika kuliah
dulu, kami memang mendapatkan mata kuliah psikologi perkembangan sebanyak 6
sks. Jadi lumayan matanglah dari segi teori. Ditambah lagi, dulu kuliah s3 saya
juga masih seputar psikologi yaitu psikologi pendidikan, tentunya tambah mendalami
teori-teori tentang perilaku individu dan perkembangan manusia sepanjang rentang
kehidupannya, khususnya terkait dalam belajar dan situasi pendidikan. Namun,
secara praksis, terkadang saya lupa bahwa kedua jagoan saya adalah anak-anak
yang masih berusia menjelang 12 tahun dan menjelang usai 10 tahun. Anak-anak memang
demanding dan egosentris, karena mereka memang masih berada pada tahap usia anak-anak.
Begitulah cirri khasnya anak-anak. Tapi saya sering kali lupa dengan hal itu.
Kadang saya berharap terlalu banyak dan terlalu tinggi, melampaui batas kewajaran
kemampuan anak-anak. Saya menuntut anak-anak untuk bisa berempati dengan kondisi
bundanya yang tidak hanya seorang ibu rumah tangga, tetapi juga seorang ibu bekerja.
Tanpa sadar, jika kondisi saya sedang tidak prima, misalnya saat kelelahan pulang
kerja dan kondisi perut yang sedang lapar, lalu mereka berdua rewel. Yang saya lakukan
malah mengomeli keduanya dan minta dimengerti karena saya sedang capek dan lapar.
Padahal mereka berdua juga mungkin sama lelahnya
dan laparnya dengan saya, sebab mereka menjalani full day school. eh, malah saya omelin??? Kalau saya sudah selesai ngomel,
sedikit marah-marah (menurut saya, tapi menurut anak-anak marah-marahnya bunda nggak
cumin sedikit), si abang akan berkomentar: “tuh khan bener? Bunda sayangnya cuma
50% dan marah-marahnya juga 50%”. Dug !!!! rasanya kalimat abang itu menohok dan
menusuk bunda banget, yang bikin sakitnya tuh di sini….. Kalau kondisi emosi saya
masih stabil, saya akan menanggapi perkataan si abang dengan santai sambil
dibawa becanda dan rasional. Tapi, kalau
kondisi emosi saya sedang labil, si abang jadi tambah saya omelin.
Nah, jika sedang
sendiri, sedang nyetir mobil, menjelang tidur,
atau lagi nungguin anak-anak berenang,
kadang-kadang saya jadi punya waktu untuk merenungkan kejadian-kejadian
yang sudah saya alami bersama anak-anak. Baru deh, saya mulai melakukan evaluasi
diri dan menyadari bahwa yang saya lakukan itu salah banget. Mulai deh saya menyesali
diri dan merasa bersalah. Ihiks…… Sering kali, saya ingin anak-anak mengerti saya,
tapi saya tidak berusaha untuk mengerti mereka. Padahal, seharusnya sayalah sebagai orang dewasa dan bundanya
memberikan contoh dan teladan yang baik pada anak-anak. Sayalah yang harus menciptakan
situasi dan kondisi yang kondusif agar kumunikasi saya dan anak-anak menjadi berkualitas.
Gimana sih membangun komunikasi yang berkualitas antara orang tua dengan anak?
Menurut pengalaman
sehari-hari yang saya jalani dan evaluasi diri selama ini, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh
orang tua dalam rangka membangun komunikasi yang berkualitas dengan anak. Pertama, berusahalah untuk selalu berada
dalam kondisi fisik yang prima dan emosi yang stabil saat akan memulai komunikasi dengan
anak-anak. Saat pikiran dan emosi orang tua berada dalam posisi stabil, orang
tua dapat berpikir jernih dan rasional. Meskipun anak-anak kelihatan susah diatur
dan belum bisa berempati, jika orang tuanya menyenangkan, sabar dan selalu menunjukkan
empatinya pada anak-anak, maka anak-anak lambat laun juga akan mencontoh perilaku
orangtuanya. Sebab menurut Albert Bandura, pakar social learning theory, anak belajar melalui pengamatan dan meniru.
Apa yang anak-anak amati, cenderung akan mereka tiru. Oleh karena itu, jika
orang tua selalu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik, maka anak-anak juga
akan menunjukkan hal yang sama. Ingat khan kalimat yang sering digunakan
oleh orang-orang dulu: “anak adalah cerminan
orang tuanya. Kalau orang tuanya gampang marah-marah sambil menyebutkan nama-nama
binatang di ragunan, maka anak-anak akan memiliki
kecenderungan melakukan hal yang sama. Sebaliknya, jika orang tuanya sabar,
penuh pengertian, menunjukkan kasih sayang dan empati pada anak, kemungkinan besar
anaknya juga akan menunjukkan perilaku yang sama pula.
Kedua, berusahalah menjadi pendengar
yang baik. Anak-anak akan merasa dihargai jika saat mereka bicara, orang tuanya
mau mendengarkan. Saat mengobrol dengan anak-anak, ciptakanlah suasana obrolan
yang santai tapi saling menghargai. Ketika anak-anak sudah mulai bicara, perhatikan
dan dengarkan dengan baik apa yang mereka katakan. Tinggalkan pekerjaan anda,
Hp atau pun televisi saat anak-anak berbicara. Jangan berpura-pura mendengarkan
anak, sembari anda mengetik di grup wa atau fb.
Ketiga, rayakan kegembiraan bersama-sama
dan berbicaralah dengan mereka. Ada saat-saat tertentu, di mana orang tua
memperoleh sesuatu yang menggembirakan, misalnya mendapat bonus dari
perusahaan, dapat discount atau voucher belanja, promosi dari kantor,
dan lain sebagainya. Ceritakan hal itu pada anak-anak dan ekpresikan
kegembiraan anda pada mereka. Jangan lupa bertanya tentang kegiatan yang mereka
alami seharian di sekolah, film kartun favorit mereka sambil menunjukkan rasa
penasaran dan antusiasme anda pada apa pun yang mereka bicarakan.
Keempat, gunakan kata-kata yang
sederhana dan jelas. Anak-anak masih berada pada tahap berpikir kongkrit
operasional, jadi mereka belum dapat berfikir abstrak. Oleh karena itu orang
tua hendaknya menggunakan kalimat sederhana dan tidak rumit agar dapat dicerna
dan dimengerti oleh anak-anak.
Kelima, berikan anak-anak waktu untuk
mencerna dan merespon pembicaraan. Sebagai orang yang lebih dewasa, sudah
selayaknya orang tua memiliki kebijaksanaan dan kesabaran dalam menunggu
anak-anaknya mencerna dan merespon perkataan orang tuanya. Jangan mendesak
anak-anak untuk memberika respon yang segera, karena mereka membutuhkan beberapa
waktu untuk memproses dan memahami apa yang dikatakan oleh orang dewasa di
sekitarnya.
Keenam, komunikasi harus selalu menjadi
sesuatu yang memotivasi anak. Ciptakanlah situasi dan kondisi yang aman dan
nyaman bagi anak-anak, sehingga mereka memiliki kebebasan dalam berekspresi dan
berkarya sesuai keinginannya. Apa pun yang mereka hasilkan, hendaknya dihargai
dan diapresiasi sehingga anak senantiasa percaya diri dan termotivasi untuk
terus berkarya.
Ketujuh, menyampaikan sesuatu dengan
cara yang lebih positif. Jika anda adalah orang tua yang memiliki kebiasaan menggunakan
intonasi tinggi saat menyampaikan sesuatu kepada anak-anak. Sebaiknya mulailah
meninggalkan kebiasaan tersebut, karena cara berbicara seperti itu akan membuat
anak-anak merasa takut dan akhirnya tidak percaya diri. Orang tua dapat mencoba
mengatakan sesuatu secara lebih positif, misalnya: “Kalau abang dan adek
bermain gamenya bisa bergantian, ayah
dan bunda khan jadi tambah senang, sayang”.
Komentar
Posting Komentar